Pages

Rabu, 31 Juli 2013

Dating for Teenagers

I was a 16 years old when I wrote this, dan dapat dikatakan gue telah mengalami beberapa cerita kehidupan yang membuat gue belajar mengenai pacaran. Pacaran, bagi sebagian besar remaja hal ini lumrah dan maklum untuk dilakukan. Malah banyak yang mengatakan (termasuk gue) untuk mencoba mengeksplorasi diri lo ketika lo berada dalam situasi yang menuntut lo harus memiliki perhatian khusus kepada orang lain. Di sini gue gak akan menulis sesuatu yang bersifat persuatif, dalam artian mengajak kalian untuk sama sekali menolak pacaran. Tapi gue mencoba untuk memberi cerita dan mungkin perspektif gue. Gue bukan tipe orang yang ekstremis dan konservatif alias orang yang menganggap norma lama harus benar-benar dijaga utuh. No, gue malah menyarankan bagi lo-lo semua yang baca tulisan gue ini untuk terjun langsung serta merasakan manis, asam, asinnya pacaran because time changes, and so do the rules and norms. Rugi, kalau lo menyia-nyiakan kesempatan ini di kala produksi hormon lo sedang dalam puncaknya. Tapi satu hal yang harus lo ingat, dating basically is like a gamble. This could be amusing, this also at the same time could be a catastrophic disaster which leaves a giant hole of scar in your heart that you regret for the rest of your lives. But you’ll never know, right? That is why, I’m just going to express a little of my thoughts.
Fact : 22 of 31 students in my class are not in the state of “single”. That’s 72 percents! I mean, come on! Itu lebih dari setengahnya. Implementasi dari hal tersebut dapat diamati dari beberapa interaksi yang rutin dilakukan. Ketika jam istirahat di kelas gue, pasti ada satu atau dua anak yang kedatangan tamu. Dan tamu itu tak lain ialah pacar mereka dari kelas lain. Gak cuma itu beberapa dari mereka sibuk membalas tweet, sms, atau komentar gebetan yang kebetulan nimbrung begitu saja ketika mereka update di jejaring sosial. Buat yang cowok, ada yang sangat peka terhadap bel istirahat. Jadi waktu bel berbunyi, syaraf-syaraf mereka sudah terkoordinasi untuk segera melangkahkan kaki keluar dari kelas dan berlabuh ke kelas tempat sang biduan berada. Gue sebagai salah satu yang “vacant” Cuma bisa senyam-senyum sendiri melihat dinamika remaja saat ini. It’s good to have somebody who cares about you. It’s even better to have somebody who says : “You don’t need to change anything. I love you the way you are.” Well, kenyataan bahwa gue gak bisa mendapatkan keduanya untuk saat ini, tidak membuat gue kebakaran jenggot. Gue hampir telah menginjak tahun kedua di mana gue tidak memiliki hubungan spesial dengan siapapun. It doesn’t matter. I’m still capable to stand on my own two feet. I’m fine with this condition and the most important I am enjoying every single second of my heart’s vacancy. Gue merasa baik-baik saja dengan kehidupan dan keadaan gue. Namun seiring waktu bergulir, gue semakin heran kenapa pacaran di kaum remaja telah menjadi epidemi layaknya kolera di Afrika? Jawabannya cukup sederhana. Bayangin buat lo yang punya indung telur serta rahim, setiap lo istirahat, ada temen cewek lo dengan random-nya cerita tentang bagaimana hubungannya sukses setelah anniversary-nya yang kedua dengan si pujaan hatinya. Bukan sekali atau dua kali, tapi 6 hari dalam seminggu. Well, I know how it feels. At first yang ada di pikiran lo : “Ok, selamat yaaa!”. Hari kedua : “Hmmm, ya ya ya. Good to know that”. Hari kesepuluh : “Can you please shut up and save that story to those who are available to listen your Cinderella fairytale?”. Dan hari keduapuluh : “Screw you! I shall find a boy, a very very eligible, good, handsome boy! And my relation is going to be way more fantastic than yours!”
Itu kira-kira gambaran dari apa yang dipikirkan seorang cewek. Beda halnya dengan para cowok. Kita cenderung menerima informasi dan hanya menyampaikan pendapat serta komentar ketika diperlukan. Tapi kalau lo, para calon ayah setiap hari mendengar cerita yang sama dari teman lo, gue jamin lo juga akan end up thinking like apa yang cewek-cewek pikirin pada umumnya tadi. Bagi gue, itu hal yang halal dan asal tidak menimbulkan demoralisasi sosial. Sampai pada akhirnya temen deket cowok gue sendiri pun bilang ke gue : “Gas, taruhan yuk. Siapa yang duluan bisa dapetin cewek dalam waktu seminggu dari sekarang, bakal dibayarin makan di kantin selama sebulan sama yang kalah.” Dan gue instan memasang wajah “what the f**k have you just said?”. Gue cuma mlongo dan neuron ke cerebrum gue terjebak kemacetan parah bak jam pulang kerja di Bundaran Hotel Indonesia. Saat itu gue sontak agak lama menyadari kalau temen gue itu bener-bener serius hingga dia menjentikan jarinya di depan wajah gue yang masih mengernyitkan dahi. I’m still thinking, has dating in teenagers’ lives become a trend like Manolo Blahnik or Louboutin shoes for socialites? At that moment I couldn’t help but think why do you want to be in a relationship so easily that you don’t think of the possibility and probability of being neglected, dumped, and heartbroken?
Here’s the thing, di masa-masa remaja seperti yang gue sedang pijak, getting a true love is like hoping for the totality and hard work from anggota DPR RI. Perbandingan antara orang-orang yang bener-bener punya their true loves sama yang di kala putus bilang : “You’re a jerk” jelas lebih banyak yang kedua. Remaja cenderung berpacaran untuk menenangkan diri ketika mereka berada di dalam kelabilan. They and I are just want to be rescued. And that is why,untuk membunuh rasa penasaran gue, gue yang sebenarnya punya tugas membaca novel A Farewell to Arms oleh Ernest Hemingway, menyempatkan diri untuk berkeliling kelas menanyakan pertanyaan sederhana, namun kompleks : “Kenapa lo mau pacaran?”. Dan tentu gue tidak mengutarakan pertanyaan tersebut secara eksplisit. Adalah sangat tinggi kemungkinan gue mendapatkan jawaban : “Lu kok kepo sih sama urusan orang?” dengan raut muka kesal teman gue jika gue bertanya dengan cara tersebut. Gue sebisa mungkin mencoba untuk berbasa-basi sebagai pengantar. Setelah dua tiga hari, gue berhasil memperoleh jawaban dari ke-dua puluh dua orang teman sekelas gue yang berkekasih. Inilah beberapa di antara jawaban mereka :
“Saya sih cuma buat status doang, Gas. Ya, biar gak terlalu sendiri gitulah.”
Selanjutnya,
“Buat pengalamanlah , Gas. Gue pasti ngarepin gue sama cewek gue bakal langgeng sampai gue tua. Tapi kalau enggak, ya seenggaknya gue udah punya pengalaman buat gimana harus bertindak waktu pacar gue selanjutnya ngelakuin hal yang sama kaya mantan gue.”
An acceptable reason by the way. Next…
“Biar ada yang merhatiin. Jadi ada yang ngingetin buat mandi, makan, solat, sama belajar.”
Nah, alasan ini agak aneh buat gue. Bukannya semua itu masih termasuk dalam fungsi dari memo atau reminder di gadget kalian? Kalau itu hanya yang menjadi pondasi hubungan kalian, kenapa kalian harus menghabiskan sedemikian daya untuk meladeni sms, telpon, atau jalan sama dia? Dan uang serta tabungan kalian untuk pulsa, hadiah, traktiran, atau memperelok diri kalian padahal ada sesuatu yang lebih sederhana ketimbang menjalani pacaran dengan tujuan minta diingatkan? Okay, yang berikutnya…
“Untuk kebangganlah, Gas. Orang yang pacaran itu bisa dapetin pengakuan yang lebih daripada yang enggak”
WHAT? Untuk yang satu ini gue bener-bener tidak bisa menerima. Pernyataan dari temen gue tersebut seakan-akan menyiratkan bahwa kaum “single” adalah kaum dengan kusta pada abad pertengahan : tersingkir dan hina. Gue sempat adu mulut dengan teman gue yang satu ini, dan dia dengan mudahnya mengeluarkan argumen merendahkan bagi orang yang tidak berpacaran. Ya, I know Tuhan itu Mahaadil. Gak gue minta, ada tiga temen cewek di kelas gue yang membantah pernyataan tersebut. Gue langsung memperlihatkan muka “Yeah! Go on! Deal with girls!”. Debat antara satu cowok dengan satu cewek saja sangat besar dimenangkan oleh si cewek, apalagi debat antara satu cowok dengan tiga cewek. Yeah, we all know how it’s gonna be. The point is, we (the single ones) are human with feelings, conscious, and self integrity. We are not the dogs which lick the masters’ toes right after they go home. So, in this modern world, my friend, we are not necessary to jump into a relationship in order to gain a pride. You can now begin an observation in the development of HIV vaccine. That is nobler, and if you truly create it, you’ll get an extra Noble. See? We’re moving…
“Pacaran bagi gue itu sebuah kebutuhan, Gas. Kalau kamu tanya kenapa, ya gak tahu. Pokoknya itu udah jadi kebutuhan aja buat saya.”
THIS. This totally stopped me. Not only successfully jaw-dropped me, it really did make me shout “WHAT?”. Ini pernyataan yang lebih buat neuron gue macet untuk saling bertransmisi. Gue mendadak berubah menjadi patung cepot yang mangap selama hampir 5 detik. This was worse than the moment when my friend urged me to do a bet with him. Pacaran = Kebutuhan? What’s wrong with you? Isn’t there anything in the entire world to do besides having a relationship? Gue masih dapat menerima hal tersebut kalau mungkin pacaran termasuk ke dalam kebutuhan yang tidak terlalu diprioritaskan. Namun, gue mendapat jawaban yang lebih menakjubkan lagi kala gue bertanya seberapa pentingkah kebutuhan tersebut kepada teman gue. Lagi, gue tercengang saat dia mengatakan bahwa kebutuhan akan pacaran sama pentingnya dengan kebutuhan akan makan nasi setiap harinya. Gue gak habis pikir dengan hal ini. How come a relationship becomes so equal to your primary requirement of food for teenagers?
 Teman-teman pembaca yang masih harus merayu orang tua atau kakak lo untuk memberi uang jajan lebih atau bahkan yang masih dibangunkan pada pagi hari, let’s just think do you absolutely need dating as your fundamental requirement? If yes, OK. Gue salut sekali dengan lo yang mau jawab ya. Tapi gue kasih lo tantangan. Tanyakan hal ini terlebih dahulu kepada diri lo :
-Sanggupkah lo yang sudah menjadikan pacaran sebagai kebutuhan tadi tidak sekaligus menjadikannya juga dalih untuk mengingkari kebutuhan/kewajiban lain yang sama penting/fundamental/mendasar bagi hidup lo?
-Sanggupkah lo menghentikan sms-an sama pacar lo pada hingga larut malam ketika esok harinya lo harus menghadapi ulangan dalam rangka belajar?
-Sanggupkah lo (bagi yang Muslim) memberhentikan pembicaraan sejenak dengannya dan segera mengangkat kaki mengambil wudhu ketika lo mendengar adzan berkumandang?
-Sanggupkah lo segera merespon terhadap panggilan permintaan tolong orang tua ketika pacar lo sedang membicarakan suatu hal di telepon?
-Sanggupkah lo bersikap objektif terhadap sekitar termasuk pacar lo ketika pacar lo memang bersikap salah?
-Sanggupkah lo menahan diri dari keborosan ketika lo memiliki hal penting lain dalam hidup lo ketimbang untuk mengajak jalan pacar lo atau membelikan hadiah tanda sayang lo kepada dia?
-Sanggupkah lo jika akhirnya lo menerima kenyataan bahwa ia sama sekali tidak seperti apa yang lo harapkan?
Sanggup?
Sebelum lo menjawab ya dan melanjutkan membaca ke paragraf selanjutnya, gue menyarankan lo untuk lebih dahulu duduk termenung dan sungguh-sungguh membaca dan menjawab kembali pertanyaan-pertanyaan di atas dengan hati nurani lo.
Bener-bener sanggup?
Kalau ya. OK! Good! That means lo bener-bener manusia yang dapat menjaga komitmen baik dengan Tuhan lo, orang tua lo, orang-orang sekitar lo, dan juga pacar lo. Dan gue percaya hidup lo akan tenang dan tentram selama lo masih benar-benar berpegang pada jawaban “ya” lo tadi.
Tapi kalau satu saja di antara pertanyaan tersebut masih belum bisa lo jawab atau tekuni… Guys, stop! Jangan jadikan pacaran sebagai kebutuhan lo apalagi obsesi lo. Seperti apa yang banyak orang katakan : “Di atas langit, masih ada langit yang lain.” Begitu juga dengan pacaran. Di samping pacaran masih ada kebutuhan lainnya yang lebih penting untuk dieksekusi. No one wants to be hurt, therefore you need to think about the other things like I said before. Are you ready to be neglected, dumped, or heartbroken? Those do superbly hurt, but the most hurting feeling is, are you ready to lose?
At the end of the day, semuanya kembali ke diri lo. Pacaran tidak hanya sebagai ajang untuk medapatkan sebuah kebanggaan atau menjadikannya sebagai sebuah kebutuhan di saat lo masih belum bisa menyeimbangkannya serta mengukur hal lain secara bijak. Gue di sini bukan untuk bercerita pada lo bagaimana indahnya berpacaran. Lo semua gue yakin mampu menarik sebuah kesimpulan menarik dan deskripsi baik mengenai pacaran. Tapi gue di sini untuk memberikan lo sudut pandang, then again if you’re definitely sure and ready  for all the joy and risk about doing this, why not? Gunakan masa remaja kalian dengan sebaik mungkin. karena masa ini ialah masa tersingkat dari pembagian masa hidup manusia. Lo gak mau menyesal kan kaya Einstein setelah tahu bom atomnya malah digunakan untuk perang melawan kemanusiaan sehingga Hiroshima dan Nagasaki baru bisa pulih setelah 25 tahun? Lo gak mau bunuh diri kaya Hitler kan gara-gara penyebaran kultus Nazi-nya yang berakhir dengan kalahnya Jerman di Perang Dunia II? Kalau jawaban dari kedua pertanyaan tadi ya, mulailah menciptakan sebuah pilihan yang berprospek serta membawa kebahagiaan pada diri lo dalam jangka waktu panjang. Karena gue yakin, suatu hari nanti lo akan bangun di pagi hari dan menemukan diri lo dalam sebuah kebimbangan. Di samping lo terdapat tanda tanya besar, menggantung di setiap langkah yang lo jalani. “Why am I doing this to myself?” Let me tell you something, my friends. You really can not change who you were and what happened to you. But you have that choice to choose whom you would like to be. Whether the one who someday will be memorized as an angel, or that one who’s just another shit for your society. You’ve always had those choices. They’re always there. Always... And it’s your duty to walk and do it!



Indramayu, 31 Juli 2013
Bagas Adika Putra

Rabu, 15 Mei 2013

Lagu Reflection dan Mulan : Siapa Sebenarnya Dirimu?

Hola bloggers! Ini tulisan kedua gue sebagai blogger amatiran. Gue ngecoba-coba buat nge-explore kemampuan menulis gue to its limit, dan gue harap tulisan ini gak begitu mengecewakan untuk dibaca :) Paling enggak gue berbagi pikiran gue ke lo-lo pada dan siapa tahu salah satu dari lo terinspirasi sama tulisan gue ini... which I totally hesitate -_- Tapi dikarenakan gue orang over-optimis, gue akan terus berharap suatu hari nanti tulisan ini dikomentari ratusan orang yang ngucapin : "Terima kasih ya, Bagas! Sangat menginspirasi!" It doesn't break any law kan? Hehe...

So, kali ini gue bakal bahas lagu salah satu penyanyi, diva, artis, dan filantropis ternama di dunia ini yaitu Christina Aguilera! Apa lagunya? Sesuai yang terpampang di judul entri ini, Reflection. Let's get to the business, people!

Gue inget banget saat pertama kali denger ini lagu yaitu pas zaman gue kelas 4 SD. Dan tentu gue masih belum ngerti banget apa arti dari lagu ini. Nilai bahasa Inggris gue waktu itu gak pernah dapet 8 bray! Bayangin! Hebat banget kan gue? Well, kalau yang ada di bayangan lo adalah gue selalu dapet 9 atau 10 di bidang bahasa Inggris pada waktu itu, sepertinya anda kurang beruntung. Jujur ya, SD itu saat-saat jahiliyyah gue di mata pelajaran ini. Gue gak habis pikir kenapa one bisa diucapkan wan? Trus tea bisa dibaca ti! Dan hal-hal lain yang bikin gue paling ilfil sama ni pelajaran. Dan itu pun terbawa sampe pada listening skill gue yang superbly dreadful. You guys don't wanna imagine how I was at that time. Gue gak benci, cuman heran prinsip apa yang bisa ngejadiin nenek moyangnya Ratu Elizabeth II kepikiran nyiptain "keunikan" bahasa ini Ya, otomatis gue gak begitu peduli-peduli amat. Intinya sampe sekarang gue masih menemukan keanehan dari bahasa Inggirs yang sukses bikin gue bilang wow entah itu dari idiom-idiomnya lah, dari syair-syairnya Shakespeare dan Hemmingway-lah, dan hal-hal lainnya ._.

Kembali ke lagu Reflection! Gue ngerasa tersihir pertama kali denger tuh lagu! Ya tentu bukan sama liriknya, tapi sama Christina Aguilera-nya. Suara penyanyi yang sekarang lagi hengkang jadi juri di The Voice ini berhasil buat gue ketagihan buat dengerin lagunya siang dan malam. Sekedar info, waktu jaman gue kelas 4 SD itu hape dengan mp3 player masih tergolong barang mewah. Jadi sebagai medianya, gue bela-belain buat beli kaset greatest hits of Christina Aguilera di toko musik di kota gue dan gue setel di tape! Di samping kendala teknologi pada saat itu, gue juga belum bisa yang namanya internetan. Gue aja waktu dengerin temen gue cerita tentang update browser Mozilla Firefox malah ngira kalau dia lagi ngomongin outbond a.k.a. flying fox -_- Gue pun juga jadi sempet ngefans sama Aguilera walau gak bertahan lama hehe.

Time goes on, dan here I am dengan status pelajar SMA kelas X. Bisa dibilang bahasa Inggris gue jadi mendingan dan gue gak se-imbisil diri gue 6 tahun yang lalu gara-gara dibilangin sama babeh gue kira-kira kala gue masih di kelas 8 SMP : "Ntar kalau kamu gak bisa Bahasa Inggris, jadinya kaya babeh ini. Waktu ada cewek bule cantik deketin babeh pas babeh liburan di Bali, babeh malah lari." Gue heran dong apa alasannya. Gue juga kaget denger pernyataan babeh gue itu, apa dia udah gak normal lagi? -_- Lalu gue tanyain kenapa dia lari dari situasi tersebut. Dia jawab, "Takut diajak omong bahasa Inggris. Babeh kan cuma bisa bilang how do you do sama yes I'm fine, thank you!" OK! It's official! Itu tadi sangat gak elit. Sesaat setelah babeh gue cerita gitu sebagian diri gue langsung mikir, "Gas, lo beneran mau bernasib sama kaya babeh lo itu? Kok itu tadi gak keren banget ya kayanya?" Akhir-akhirnya gue memutuskan untuk tidak melanjutkan ketidaktahuan gue terhadap bahasa itu dengan baca-baca buku dasar tentang grammar and structure, ngomong sama kakak gue, dan yang paling utama nonton film! 

Yap! Nonton film (dengan subtitle) itu efektif banget buat ngembangin kemampuan berbahasa lo karena bener-bener whole package, dari writing, listening, and pronouncing. Lo bisa pause and play untuk berkali-kai menyimak bagaimana mereka ngucapin suatu kata. So, mulailah perburuan film-film gue. Gue berubah menjadi downloader rutin film-film box office Hollywood yang merembet sampe sekarang ini. Entah akhir-akhir ini gue lagi punya hobi buat nonton film segala genre setiap gue punya waktu luang. The result, bloggers... Gue punya koleksi DVD (yang pasti perbandingan antara yang asli dan bajakan itu nol koma sekian) numpuk di lemari gue hasil dari gabungan DVD yang gue beli semenjak kelas 8. Gak cuma nonton dari DVD, gue juga ngegandrungin HBO dan antek-anteknya : HBO Family, HBO Hits, dll terus juga FOX Movies Premium, MGM, dan lain-lain sebagainya termasuk... Disney Channel :D

Jadi, pada suatu waktu di malam minggu gue lagi duduk di depan TV. Beginilah kehidupan single teenager on Saturday night *kode* -_- Instead of building relaionship with a real woman, I develop the possibility of intimacy with my television. Ckckck... Gue nyari-nyari apa ada film yang baru mulai buat ditonton tapi ternyata gak ada. Sampe akhirnya gue liat di Disney Channel ada tulisan "Mulan". Hmmm, gue pun langsung pindah channel karena tuh film mau diputer 5 menit lagi. OK, sebelumnya gue mau buat sebuah pengakuan bahwa gue belum pernah tuntas nonton Titanic, Aladdin, Avatar, sama The Social Network. Parah banget kan gue? Film-film super-booming yang udah berpuluh-puluh kali ditonton sama seseorang di belahan dunia lain itu, malah belum pernah gue selesain! Begitu juga halnya dengan Mulan! Sejak dirilis tahun 98, (untuk info tahun 98 itu setahun sesudah oksigen pertama kali dikonversikan menjadi karbon dioksida di paru-paru gue) gue gak pernah nuntasin nonton padahal gue udah pernah nonton sebelumnya kira-kira tiga kali. Tapi berhubung tingkat kesuntukan gue sedang berada di ambang batasnya, gue berniat untuk nyelesein nonton sampe credits-nya segala!

Jadi film ini berlatarbelakang saat negeri Cina sedang diserang oleh suku Hun dari Mongolia. (mulai dari sini bahasanya resmi dulu ya) Mulan adalah seorang gadis China yang sangat periang dan enerjik. Ia merupakan anak tunggal keluarga terhormat dari keluarga Fa karna ayahnya pernah ikut berperang. Mulan diharapkan dapat memberikan kehormatan dengan mengabdi pada kaisar. Namun, pada saat tes berlangsung, ia membuat kekacauan sehingga tidak dapat diharapkan untuk memberi kehormatan untuk keluarganya.

Saat itu juga, muncullah penasehat kerajaan,Chi Fu, beserta beberapa tentara dan mengumumkan bahwa setiap satu keluarga harus memberi satu laki-laki untuk menjadi tentara relawan penyarang bangsa Hun. Mulan yang tahu bahwa ayahnya akan ikut berperang pun mencegah ayahnya ikut perang. Namun, ayahnya tetap bersikeras untuk ikut perang agar bisa memberikan kehormatan untuk keluarganya karna Mulan tidak bisa diharapkan memberikan kehormatan.Saat itu juga, Mulan dianggap sebagai aib untuk keluarganya.

Karena Mulan tak ingin ayahnya ikut perang, maka ia diam-diam kabur dari rumah menggantikan ayahnya ikut perang dengan menyamar sebagai seorang lelaki. Keluarga Mulan yang khawatir pun meminta bantuan pada arwah para leluhur penjaga keluarga untuk menjaga Mulan. Para leluhur yang mendengar doa pun memutuskan untuk mengirimkan naga terkuat untuk menjemput Mulan.Tapi, karna sebuah kecelakan, Mushu, naga terkecil penjaga leluhur yang cerewet, tanpa sengaja menghancurkan batu naga terkuat sehingga ia secara diam-diam menggantikan naga terkuat untuk menjemput Mulan.Namun, ia tidak berniat untuk menjemput Mulan, melainkan menjaga Mulan selama Mulan dalam masa penyamarannya.

Nah, bloggers! Sebelum adegan Mulan pergi ke camp tentara, ada scene ketika Mulan nyanyi di kolam. Dan lagu yang dia nyanyiin gak lain gak bukan ialah Reflection oleh Christina Aguilera! Yang liriknya seperti ini :

Look at me
You may think you see
Who I really am
But you'll never know me
Every day
It's as if I play a part
Now I see
If I wear a mask
I can fool the world
But I cannot fool my heart

Who is that girl I see
Staring straight back at me?
When will my reflection show
Who I am inside?

I am now
In a world where I
Have to hide my heart
And what I believe in
But somehow
I will show the world
What's inside my heart
And be loved for who I am

Who is that girl I see
Staring straight back at me?
Why is my reflection
Someone I don't know?
Must I pretend that I'm
Someone else for all time?
When will my reflection show
Who I am inside?

There's a heart that must be
Free to fly
That burns with a need to know
The reason why

Why must we all conceal
What we think, how we feel?
Must there be a secret me
I'm forced to hide?
I won't pretend that I'm
Someone else for all time
When will my reflection show
Who I am inside?
When will my reflection show
Who I am inside?


Dan sumpah demi apapupun, bloggers! Gue langsung flashback ke masa-masa kelas 4 gue dulu. Untungnya sekarang gue punya modal bahasa inggris buat memaknai setiap kata dalam lagu tersebut plus filmnya. Wait no longer! Mari kita bahas satu per satu!


Film Mulan memang gak se-"menjual" kaya film-film Disney lainnya seperti Toy Story, Monster Inc., Finding Nemo, dll. Namun di balik semua itu, film ini mengandung unsur pencarian hidup yang sangat kuat sehingga kalau lo-lo pada bener-bener nyimak filmnya pada akhir film di mana Mulan diberi gelar kehormatan oleh kaisar Cina, lo bisa merasakan keagungannya. Gue bisa ngomong kaya gini karena jalan cerita luar biasanya itu lo! Fa Mulan itu adalah seorang perempuan khas Cina pada zaman yang belum mengenal emansipasi wanita. Mungkin apa yang terjadi pada zaman itu tak ubahnya apa yang terjadi di era Kartini hidup. Perempuan sangat identik dengan urusan domestik atau di dalam rumah tangga. Mereka tidak diberikan hak mengembangkan potensi mereka secara maksimal dengan kata lain hidup mereka dikekang tanpa boleh mengelak atau melawan. Hal tersebut didasari oleh tradisi umum yang berlaku pada masyarakatnya. Otomatis, untuk urusan eksternal hanya boleh dilakukan oleh para lelaki. Perempuan tidak boleh menolak ketentuan ini. Salah satu dari hal tersebut ialah, masuk dalam ketentaraan. Iyalah pasti itu merupakan sebuah larangan keras. Tapi di dalam cerita filmnya, ketika utusan kaisar mendatangi kediaman keluarga Fa yang kemudian memberikan amanat pada setiap lelaki di keluarganya untuk berperang, Mulan segera mencegah ayahnya untuk menerimanya. Ayahnya yang tua renta, jalanpun harus memakai tongkat, dengan "legowo" mau ambil bagian dalam apa yang pelajaran PKN sebut "bela negara". Ia segera lari menuju ayahnya sambil menangis. Namun sang ayah merasa Mulan telah mencoreng nama keluarganya karena berusaha mencegah ayahnya dari hal tersebut. Ia merasa sangat kasihan melihat kondisi ayahnya yang sudah tua dan sakit-sakitan, dan jika benar-benar diberangkatkan ke camp tentara, maka ia harus dihadapkan pada latihan fisik berat setiap harinya. (Sejujurnya, bloggers... Kalau gue jadi Mulan, serius gue bakal ngelakuin hal yang sama -_-)

Mengetahui ayahnya tetep keras kepala untuk menjalani hal tersebut, ketidaktegaan Mulan pun muncul. Sebagai seorang perempuan, sangatlah tidak mungkin untuk menggantikan sang ayah sebagai tentara kaisar. Di dalam batin Mulan gue yakin ada perasaan bergejolak menyadari sewaktu-waktu ayahnya tidak akan pernah pulang lagi. Ia segera berlari ke lemari tempat menyimpan baju perang ayahnya lalu mengambil pedang beserta baju tersebut. Satu hal yang ada di pikiran Mulan pada saat itu, yaitu merubah dirinya menjadi seorang lelaki agar dapat menggantikan tugas ayahnya. Ia memangkas rambut panjangnya sehingga terlihat seperti laki-laki pada umumnya. Tak lama kemudian, ia melarikan diri dari rumahnya beserta semua perlengkapan perang yang ia ambil dari ayahnya.

Well, bloggers kejadian itu cocok sekali dengan lirik pada lagu Reflection yang secara garis besar menceritakan tentang kebimbangan seseorang dalam mencari jati diri. Gue cuma akan menggarisbawahi dua bait dari lirik lagu ini yang menurut gue adalah pokok dari lagu si Xtina.
"Why must we all conceal what we need and how we feel?" artinya mengapa kita harus menyembunyikan apa yang kita butuhkan dan apa yang kita rasakan? Inilah yang seringkali terjadi di antara kita kalau boleh gue bilang, bloggers. Memang di dunia sekarang ini yang bisa gue bilang ada punya sisi jahanam dan sisi firdaus, kita dihadapkan pada pilihan yang jumlahnya mungkin melebihi total populasi semut di dunia. Well, terkadang gak selamanya sisi firdaus ada pada kita atau dengan kata lain "we don't always get what we want and need". Dari situ kita berusaha menahan dan menyembunyikan siapa sebenernya diri kita untuk "keep up" dengan kondisi sekitar. Lama-kelamaan perasaan tersebut menjadi kian tidak terkontrol. Lo gak tahu siapa sebenernya diri lo karena lo kelamaan pura-pura jadi orang lain. Seperti halnya Mulan yang bertanya-tanya apa passion-nya. Ia mencari-cari bagaimana ia dapat membuat dirinya sendiri tersenyum ketimbang berusaha mengikuti keadaan sekitarnya yang mengharuskan dia menjalani kehidupan yang tidak ia senangi. At the end of the day, bloggers, yang ada bukannya lo menikmati hidup lo sendiri, tapi malah sibuk mengikuti alur dari apa yang sekitar lo omongin.

Intinya bloggers, ketika setiap hari lo bangun dan menatap kaca sembari lo dandan, tanyakanlah ini pada diri lo : "Is that boy/girl in the mirror loving himself/herself or just pretending to love himself/herself?" Karena pantulan diri lo di cermin belum tentu merupakan siapa diri lo yang sebenernya dari dalam.

Selasa, 14 Mei 2013

Perkenalan Singkat :))

Well, halo bloggers world! Gue 100% pemula dalam dunia blogging dan mohon maaf kalau gue kurang tahu "tata cara" pembloggingan. Sejujurnya gue buat blog ini gara-gara gue berada dalam lubang keputusasaan gue yang entah gue sendiri pun gak bisa menanganinya. Gue udah nyoba curhat ke sana-sini atau nyari pencerahan dari orang-orang yang gue anggap berpengalaman dalam mengatasi problem anak remaja labil. Namun pada akhirnya gue sendiri gak ngerti jalan pikir mereka dan kalau pun gue ngerti, apa yang mereka saranin ke gue "sedikit" tidak dapat diimplementasikan ke kehidupan gue yang maha carut-marut, tak terjadwal, dan spontan ini. Ok, gue gak mau boong di tulisan pertama gue, yang tadi gue maksud "sedikit" itu hampir semuanya gak mempan. Seakan-akan dokter spesialis jantung nulisin resep obat seharga 5 kilo emas batangan dan ketika diminum si pasien, (kita singkirkan faktor X) orang-orang nemuin dia terkapar di atas kasurnya. Dari hal tersebut gue selalu mikir, "Do I have this mental disorder?" dan kalau iya apa namanya? Seenggaknya gue bakal berusaha buat nyari dan figure out apa-apa saja yang dapat mengeluarkan gue dari lingkaran kebimbangan ini. Situasi yang selalu ngebuat gue bertanya-tanya, "Am I the only one who experiences this?" setiap hari. Gue selalu ngejawab sendiri dengan pede gile, "Iya gue doang kali ya. Fwuh, thank God! Engkau gak buat salinan dari diri gue sendiri di suatu tempat nun jauh di sana." Alesannya? Simple, gue ngerasa prihatin sama orang-orang yang kedapetan kloningan gue itu.

FYI, dari luar mungkin gue keliatan kaya normal alias biasa. Eits! Not so fast! That was before you knew me well. Setelah lo kenal gue lama, atau malah cuma beberapa saat lo kenal gue, lo bakal nemuin hal-hal yang gak pernah lo temuin di makhluk hidup lainnya di dunia. Dari semua jenis hewan inverterbrata aselomata sampe kepada mamalia, dari lumut sampe tumbuhan spermatophyta, gak ada makhluk peralihan antara manusia dan jin kaya gue. Kalau gue lagi insyaf, gue bakal act normal tapi tetep pasti lo akan nyimpulin gue itu such a freak. Yeah, I am likely. I personally have no idea where this abnormality came from. Gue rasa basa nitrogen gue satu-satunya yang termutasi dari DNA-DNA sekeluarga gue. Gak tahu apa pas ibu gue lahirin gue, CIA lagi uji coba senjata biologis yang efeknya sampe ke bidan tempat gue dilahirin, atau emang gue dari sananya terdestrukturlisasi sendiri. The point is I don't give a fuck, bloggers! I LOVE MY LIFE! Masalahnya hidup yang gue cintai ini mendadak berubah menjadi dunia yang sarat akan ketidapastian dan kebingungan semenjak gue harus make baju putih abu-abu. Di momen ini, gue mulai ngenal banyak hal-hal baru yang ngebawa gue pada perjalanan tipikal anak baru gede. Contohnya? Banyak? Kalau gue curhatin satu-satu lalu gue komersilkan, kayanya gue bakal jadi setenar Arief Muhammad atau Raditya Dika. But that's not my goal, people -_- Konsisten sama omongan gue tadi, gue mau curhat. Just it. No other motive concealed.

So, intinya kalau lo-lo pada kepo sama kehidupan disfungsional gue. Stay tune to this blog! Gue udah niat bakal rutin update ini blog setiap seminggu sekali maybe. Atau di saat urgen (baca : galau). Dan jika ada yang baca tulisan ini, yang gue yakin gak akan lebih dari satu peleton, jangan sungkan-sungkan untuk nge-follow twitter gue di @bagasadhika . Mention for following back. Well, sekian dulu prolog dari blog ini. See you! :))